Entri Populer

Tayangan halaman minggu lalu

SELAMAT DATANG

Untuk informasi lebih lanjut klik disini
kunjungi juga blog kami lainya di

Senin, 29 November 2010

Pengaruh aspek material tax planning PPh pasal 21 pegawai terhadap beban pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi akhir tahun periode April 2007-Maret 2009

1.1 Latar Belakang penelitian
Seiring dengan perkembangan perekonomian era globalisasi di Indonesia pemerintah dituntut untuk dapat menciptakan kegiatan pembangunan nasional yang berlangsung secara terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik materiil maupun spiritual. Sedangkan untuk melaksanakan pembangunan nasional membutuhkan dana yang relatif besar. Oleh karena itu Negara harus menentukan sumber dana yang bisa menjamin keberlangsungan pembangunan tersebut. Pada masa lalu sumber utama pembiayaan pembangunan berasal dari kekayaan alam berupa Migas dan pinjaman luar negeri yang hanya bersifat sementara. Namun perlu disadari bahwa karena keberadaannya yang terbatas dan kurang menunjang kemandirian suatu bangsa atau negara serta karena pola pembiayaan tersebut dipandang kurang baik untuk jangka panjang.
Salah satu usaha untuk mewujudkan kemandirian suatu bangsa atau Negara dalam pembiayaan pembangunan yaitu dengan menggali sumber dana yang ada, yang berasal dari dalam negeri berupa pajak. Pajak adalah salah satu sumber penerimaan negara yang akan digunakan untuk membiayai pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Oleh karena itu, untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak maka pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak melakukan terobosan dengan dikeluarkannya kebijakan-kebijakan dibidang perpajakan. Penyelenggaraan pemungutan pajak ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan perpajakan yang menjamin hak dan kewajiban wajib pajak serta pemungut pajak (fiskus).
Sistem pemungutan pajak di Indonesia menganut self assessment system, yaitu wajib pajak diberikan kepercayaan dan tanggungjawab yang lebih besar untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan kewajiban pajaknya. Aparat perpajakan dalam hal ini melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaannya. Dengan menganut prinsip tersebut pemerintah memberikan kepercayaan kepada wajib pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakan atas kesadaran dan rasa tanggung jawabnya. Untuk pengawasan atas laporan yang disampaikan wajib pajak akan diadakan pemeriksaan oleh fiskus.
Bagi setiap orang, pajak merupakan beban yang akan mengurangi penghasilan. Beban pajak penghasilan merupakan angsuran pajak penghasilan yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak setiap bulan dalam tahun pajak berjalan sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 Undang-undang Pajak Penghasilan. (Erly Suandy, 2005:171). Pada umumnya hampir setiap wajib pajak baik orang pribadi maupun badan mempunyai keinginan untuk membayar pajak yang serendah-rendahnya, bahkan berusaha untuk menghindarinya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan tax planning yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Fenomena yang terjadi saat ini adalah wajib pajak berusaha untuk meminimalkan beban pajaknya bahkan menghindari kewajiban perpajakannya. Indikasi yang menyatakan bahwa wajib pajak menghindari kewajiban perpajakannya dapat dilihat dari data tunggakan pajak dibawah ini:
Tabel 1.1
Perkembangan Tunggakan Wajib Pajak
di Indonesia Tahun 1999 – 2005 (Dalam juta rupah)
Tahun
Angg. Tunggakan
Awal Penambahan Jumlah tunggakan Pencairan tunggakan Pencairan tunggakan (%) Tunggakan akhir
1999 11.358.993 13.036.200 24.395.193 9.594.677 39,33 14.800.516
2000 14.800.516 9.199.934 24.000.450 10.641.605 44,34 13.358.845
2001 13.358.845 12.166.834 25.525.679 8.220.430 32,20 17.305.249
2002 17.305.249 13.928.158 31.233.407 12.651.759 40,50 18.581.648
2003 18.866.800 20.302.969 39.169.769 12.593.715 32,15 26.576.054
2004 26.576.054 21.862.337 47.438.391 22.543.476 47,52 25.894.915
2005 25.894.915 11.852.334 37.747.249 18.088.482 47,92 19.658.767
Sumber : Direktorat Jenderal Pajak 2006
Dari seluruh jumlah tunggakan wajib pajak setiap tahunnya rata-rata dilunasi dibawah 50% per tahun dari jumlah pajak yang tertunggak. Data tersebut menunjukkan bahwa penyetoran pajak belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik oleh Wajib Pajak. Kondisi tersebut ditunjukkan dengan masih banyaknya wajib pajak yang belum melunasi tunggakan pajak. Hal tersebut dikarenakan wajib pajak merasa pajak yang mereka bayar cukup besar jumlahnya supaya jumlah pajak yang mereka bayar dapat menjadi minimum maka wajib pajak perlu melakukan perencanaan pajak (tax planning) akan tetapi tidak menyimpang dari peraturan yang telah ada.
Selain itu, indikasi lain yang menyatakan bahwa wajib pajak melalaikan kewajiban perpajakannya dapat dilihat dari masih banyaknya ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak, berupa Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak (SKP). STP dan SKP berfungsi sebagai instrument pengawasan terhadap Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan.
Berikut data mengenai jumlah STP dan SKPKB yang diterbitkan sebagai hasil pemeriksaan oleh Kantor Pelayanan Pajak Bandung Tegallega tahun 2003-2005 sebagai berikut:
Tabel 1.2
Penerbitan STP dan SKPKB Tahun 2003-2005
Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega

Tahun
Diterbitkan STP
Diterbitkan SKPKB
2003 750 74
2004 2141 46
2005 1016 43
Sumber : Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Tegallega, 2008
STP (Surat Tagihan Pajak) merupakan surat untuk melakukan tagihan pajak dan sanksi administrasi berupa bunga atau denda berdasarkan hasil penelitian fiskus atas SPT yang disampaikan Wajib Pajak. Dilihat dari Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan setelah pemerikasaan oleh KPP Pratama Bandung Tegallega mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya, hal tersebut mengindikasikan bahwa wajib pajak melakukan penghindaran pajak atau dapat juga dikatakan wajib pajak belum melaksanakan kewajiban perpajakannya sebagaimana mestinya.
Berdasarkan tabel 1.2 diatas dapat dilihat bahwa Surat Tagihan Pajak (STP) yang diterbitkan Direktorat Jenderal Pajak jumlahnya semakin meningkat setiap tahunnya. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masih ada wajib pajak yang belum melaksanakan kewajiban perpajakannya sebagaimana mestinya, dimana salah satu penyebabnya adalah wajib pajak merasa jumlah pajak yang harus dibayar sangat memberatkan sehingga dengan demikian wajib pajak perlu melakukan perencanaan pajak (tax planning) supaya beban pajak yang harus mereka bayar menjadi lebih efektif dan efisien.
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar diterbitkan bilamana Wajib Pajak tidak membayar pajak sebagaimana mestinya menurut peraturan perundang-undangan perpajakan. Diketahuinya bahwa Wajib Pajak tidak atau kurang membayar pajak adalah karena dilakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Kemudian alasan lain diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah Surat pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat 3 UU KUP dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan dalam jangka waktunya sebagaimana ditentukan surat teguran. Penerbitan SKPKB yang berfungsi sebagai instrument pengawasan terhadap Wajib Pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan juga dapat dijadikan indikasi bahwa wajib pajak melakukan penghindaran pajak. Dilihat dari Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang diterbitkan setelah pemeriksaan oleh KPP Pratama Bandung Tegallega mengalami penurunan setiap tahunnya. Walaupun terjadi penurunan setiap tahunnya akan tetapi masih ada indikasi yang menunjukkan adanya wajib pajak yang menghindari pajak atau belum melakukan kewajiban perpajakannya sebagaimana mestinya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ismarita tentang pengaruh penerapan tax planning biaya pegawai terhadap beban pajak terhutang wajib pajak badan menyimpulkan bahwa sebelum penerapan tax planning laba perusahaan pada tahun 2005 sebesar Rp 2.588.978.000,00. Sedangkan laba perusahaan setelah penerapan tax planning sebesar Rp 2.195.985.800,00. Terlihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara PPh terhutang sebelum dan sesudah penerapan tax planning. Selisih atau penghematan PPh terhutang perusahaan tahun 2005 sebesar Rp 392.992.200,00. Dengan demikian terjadi penghematan pajak perusahaan sebesar 8,21%. Implementasi dari penelitian ini adalah bahwa tax planning dapat dipergunakan sebagai saran pengelolaan pajak yang dapat menunjang efisiensi beban pajak perusahaan. Selain itu tax planning merupakan upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk melakukan partisipasi aktif dalam aktivitas perpajakan secara terkendali dan terencana.
Persamaan penelitian tersebut dengan penelitian saya, yaitu: variabel X (tax planning) dan Variabel Y (beban pajak terhutang wajib pajak).
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah dilihat dari indikatornya, penelitian yang dilakukan Ismarita indikator yang digunakan adalah laba perusahaan, sedangkan penelitian saya indikator yang digunakan adalah tahapan dari tax planning dan beban pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi akhir tahun. Skala pengukuran yang digunakan oleh Ismarita adalah rasio untuk indikator laba perusahaan, sedangkan skala pengukuran yang saya gunakan adalah ordinal untuk tax planning dan rasio untuk beban pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi akhir tahun. Selain itu, terdapat juga perbedaan dari segi unit penelitiannya, unit penelitian dari penelitian yang dilakukan Ismarita adalah wajib pajak badan (perusahaan), sedangkan unit penelitian saya adalah wajib pajak orang pribadi.
Perencanaan pajak (tax planning) merupakan upaya untuk meminimalisasikan beban pajak akan tetapi tidak menyimpang dari peraturan yang ada.
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh aspek material tax planning PPh pasal 21 pegawai terhadap beban pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi akhir tahun periode April 2007-Maret 2009 (studi kasus pada wajib pajak orang pribadi di lingkungan UNIKOM)”.

1 komentar:

keterangan lebih lanjut
isi pesan disini